Hakekat Manusia Sebagai Makhluk Rasional dan Spiritual ( Artikel Lengkap )
Sunday, 14 October 2018
1 Comment
kampungilmu.web.id - Manusia adalah satu kata yang sangat berarti
dalam, dimana manusia adalah makhluk yang sangat sempurna dari
makhluk-makhluk lainya. Makhluk yang sangat spesial dan berbeda dari
makhluk yang ada sebelumnya. Makhluk yang bersifat nyata dan memiliki
akal fikiran dan nafsu yang diberikan Tuhan untuk berfikir, mecari
kebenaran, mencari Ilmu Pengetahuan, membedakan mana baik atau buruk,
dan hal lainya. Karena begitu banyak kesempurnaan yang di miliki manusia
tidak terlepas dari tugas mereka sebagai khalifah di Bumi ini. Karena
itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar,
dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang mempunyai kualitas dan
kesejatian semulia itu. Sungguhpun demikian, wajib diakui bahwa kualitas
dan hakikat baik benar dan indah itu selalu mengisyaratkan
dilema-dilema dalam proses pencapaiannya. Artinya, hal itu
mengisyaratkan sebuah proses perjuangan yang amat berat untuk bisa
menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam hidup manusia selalu
dihadapkan pada tantangan moral yang saling mengalahkan satu sama lain.
Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu
menjadi batu sandungan untuk manusia untuk meraih prestasi sebagai
manusia yang berkualitas.
Manusia sebagai subjek sudah memiliki potensi-potensi
kebaikan sesuai dengan kodratnya, disamping itu adapula
kecenderungan-kecenderungan ke arah yang tidak baik. Hakikat manusia itu
yang pertama-tama adalah pada jiwanya. Oleh sebab itulah hakekat
manusia juga menentukan hakikat perbuatan-perbuatannya. Dalam aksiologi,
prinsip pikiran itu bertahan dan tetap berlaku. Secara etika, tindakan
itu ialah yang bersesuaian dengan sifat rasional seorang manusia, sebab
manusia itu secara alamiah condong kepada kebaikan. Tindakan baik adalah
yang bersesuaian dengan sifat rasional(pikiran) manusia. Kodrat wujud
manusia yang pertama-tama adalah tercermin dari jiwa dan pikirannya yang
disebut dengan kekuatan potensial yang membimbing tindakan manusia
menuju pada Tuhan atau menjauhi Tuhan, dengan kata lain melaksanakan
kebaikan atau kejahatan. Kebaikan tertinggi adalah mendekatkan diri pada
Tuhan sesudah tingkatan ini baru kehidupan berpikir rasional.
Secara fitrah manusia menginginkan “kesatuan dirinya” dengan
Tuhan, sebab itulah pergerakan dan perjalanan hidup manusia adalah
sebuah evolusi spiritual menuju dan mendekat kepada Sang Pencipta.
Tujuan mulia itulah yang akhirnya akan mengarahkan dan mengaktualkan
potensi dan fitrah tersembunyi manusia untuk digunakan sebagai fasilitas
untuk mencapai “spirituality progress”.
Menurut Abraham Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan yang
membentuk tingkatan-tingkatan atau juga disebut hirarki dari yang
paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang gampang hingga
yang sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat
dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi. Kebutuhan
maslow wajib memenuhi kebutuhan yang paling penting dahulu lalu
meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat merasakan nikmat
suatu tingkat kebutuhan, perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada di
bawahnya.
Lima (5) kebutuhan dasar Maslow – disusun berdasar kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu krusial :
- Kebutuhan Fisiologis. Contohnya: Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.
- Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan. Contoh seperti: Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.
- Kebutuhan Sosial. Misalnya: mempunyai teman, mempunyai keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.
- Kebutuhan Penghargaan. Contoh: pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
- Kebutuhan Aktualisasi Diri adalah kebutuhan dan harapan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya.
Menjelang akhir hayatnya, Abraham Maslow menyadari dan menemukan adanya kebutuhan yang lebih tinggi lagi pada sebagian manusia tertentu, yaitu yang disebut sebagai: kebutuhan transcendental. Berbeda dengan kebutuhan lainnya yang bersifat horizontal (berkaitan hubungan antara manusia dengan manusia), maka kebutuhan transcendental lebih bersifat vertikal (berakaitan dengan hubungan manusia dengan Sang Pencipta). Muthahhari, Seorang filsuf muslim dunia yang menghasilkan banyak karya filosofis berharga– pernah menyatakan bahwa manusia itu sejati dan senyatanya adalah sosok makhluk spiritual.Agama menjadi pedoman dan ajaran yang dikuti oleh banyak manusia, sebagai upaya untuk mendapatkan kebahagiaan. Orang beragama pada dasarnya adalah untuk mendapatkan kebahagiaan.
Menurut Karl Marx (1818-1883), seorang ahlifilsafat
kelahiran Jerman. Menurut Marx, agama sebagai candu masyarakat. Dalam
pandangan Marx, agama memang pantas disebut sebagai candu masyarakat
sebab seperti candu, dia memberikan harapan-harapan semu, dapat menolong
orang untuk sementara waktu melupakan masalah real hidupnya. Seorang
yang sedang terbius oleh candu/opium dengan sendirinya akan lupa dengan
diri dan masalah yang sedang dihadapinya. Ketika orang sedang masuk
dalam penderitaan yang dibutuhkan tidak lain adalah candu yang dapat
menolong melupakan segala penderitaan hidup, kendati hanya sesaat
saja.Bagi Marx, agama adalah medium dari ilusi sosial.Dalam agama tidak
adapendasaran yang real-obyektif untuk manusia untuk mengabdi pada
kekuasaan supranatural. Hal ini bisa dijelaskan dari bagaimana agama
berkembang. Agama berkembang sebab diwartakan oleh masyarakat yang
memiliki kekuasaan atau masyarakat yang didukung oleh orang-orang yang
mempunyai kekuasaan itu. Agama tidak berkembang sebab ada kesadaran
darimanusia akan pembebasan sejati, tetapi lebih sebab ada keasadaran
dari manusia akanpembebasan sejati, tetapi lebih sebab kondisi yang
diciptakan oleh orang-orang yangmemiliki kuasa untuk melanggengkan
kekuasaannya. Propaganda agama yang dilakukanoleh orang-orang yang
mempunyai kekuasaan dilihat oleh Marx sebagai sikap meracuni masyarakat.
(Eusta Supono, Agama Solusi atau Ilusi?, 2003).
Thanks for sharing this information. I really like your blog post very much. You have really shared a informative and interesting blog post with people.. here
ReplyDelete