SafelinkU | Shorten your link and earn money

Macam Macam Gaya Bahasa dalam Bahasa Indonesia

Gaya Bahasa. Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Berikut ini jenis-jenis majas/gaya bahasa.

Majas perbandingan
Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
  • Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut.
  • Berhati-hatilah dalam mengemudikan bahtera kehidupan keluargamu sebab batu karang dan gelombang setiap saat menghadang.
  • Iman adalah kemudi dalam mengarungi zaman.
  • Suami sebagai nahkoda, Istri sebagai juru mudi.

Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
  • Sudah dua hari ia tidak terlihat batang hidungnya.
  • Saya tahu siswa yang lempar batu sembunyi tangan.
  • Jangan seperti katak dalam tempurung.
  • Tugu ini mengingatkan kita pada peristiwa Bandung Lautan Api.
  • Ah, kau ini sudah gaharu cendana pula.
  • Kartini kecil itu turut memperjuangkan haknya.
  • Apakah peristiwa Turang Jaya itu akan terulang lagi?
  • Upacara ini mengingatkan aku pada proklamasi kemerdekaan tahun 1945.

Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya, bagaikan, " umpama", "ibarat","bak", bagai".
  • Kau umpama air aku bagai minyaknya, bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta berkorban apa saja.
  • Engkau laksana bulan.
  • Kenangan bersamamu seumpama mimpi di dalam mimpi.
  • Kau bagaikan Rahwana menculik Dewi Shinta dari tangan Sri Rama
  • Pikirannya kusut bagai benang dilanda ayam.

Metafora: Gaya Bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau hampir sama.
  • Cuaca mendung karena sang raja siang enggan menampakkan diri.
  • dewi malam (bulan)
  • kupu-kupu malam (WTS)
  • bunga bangsa (generasi muda)
  • bunga desa (gadis desa tercantik)

Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
  • Mulut gua itu sangat sempit.

Sinestesia: Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
  • Rohaniku semakin haus, untuk meneguk sejuk yang menumpang kata-katanya.
  • dan batu-batu jalanan yang mengesalkan kaki semoga tidak menyesalkan hati!
  • menyilaukan mataku hampir pula menyilaukan hatiku.
  • Di sana kebiruan laut akan bicara bagai sebuah buku.

Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
  • Yang Mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.
Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
  • Sulit kalau bicara dengan Si Bolot, orang bertanya ke mana dijawab ke mana.
Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
  • Karena sering menghisap jarum, dia terserang penyakit paru-paru.
  • Ia menggunakan Jupiter jika pergi ke sekolah
Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
  • Lama Otok hanya memandangi ikatan bunga biji mata itu, yang membuat otok kian terkesima.
Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri.
  • Terimalah kado yang tidak berharga ini sebagai tanda terima kasihku.
  • Hanya teh dingin dan kue kampung saja yang dapat kami hidangkan.
  • Rumah yang buruk inilah hasil kerja keras kami.
  • Aapa yang Saudara harapkan dari orang semiskin saya.
Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
  • Gedung-gedung perkantoran di kota-kota besar telah mencapai langit
  • Kita berjuang sampai titik darah penghabisan.
  • Ibu terkejut setengah mati, ketika mendengar anaknya kecelakaan.
Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
  • Hembusan angin di tepi pantai membelai rambutku.
  • Burung bernyanyi di pagi hari.
  • Angin meraung menemani sang hujan.
  • Angin berbisik menyampaikan salam.
  • Baru seratus meter berjalan, mobilnya sudah batuk-batuk.
  • Ombak berkejar-kejaran.
  • Daun kelapa melambai-lambai.



Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
  • dikau langit, daku bumi.
Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
  • Sejak kemarin dia tidak kelihatan batang hidungnya.
  • Thailand memboyong piala kemerdekaan setelah menggulung PSSI Harimau
Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
  • Indonesia bertanding volly melawan Thailand.
Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
  • Dimana saya bisa menemukan kamar kecilnya(WC)?
  • Pramuwisma bukan pekerjaan hina. (pembantu rumah tangga)
  • Orang itu telah berubah akal. (gila)
  • Ia telah pergi mendahului kita. (meninggal)
  • Putera Bapak memang agak ketinggalan. (kurang pintar)
Pramuwisma

Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
  • Hati-hati, kita mulai masuk hutan larangan. Di sini banyak hantu!

Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
  • Perilakunya seperti ular yang menggeliat.

Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
  • Cerita Ramayana melukiskan maksud bahwa yang benar tetap benar

Perifrasa: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
  • Ia bersekolah di kota kembang (maksudnya: Bandung).
  • Indonesia pernah dijajah oleh negeri matahari terbit (maksudnya: Jepang).

Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
  • Kita bermain ke rumah Ina.
  • Hellen dari Troya untuk menyatakan kecantikan

Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.
  • Keduanya hanya cinta monyet.
  • Dia menjadi lintah darat.

Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.
  • Masalahnya rumit, susah mencari jalan keluarnya seperti benang kusut.
  • Bagaikan harimau pulang kelaparan.
  • Seperti menyulam di kain yang lapuk.

Majas sindiran
Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
  • Suaramu merdu seperti kaset kusut.
  • Manis sekali kopi ini, gula mahal ya?
  • Bagus sekali tulisanmu, sampai – sampai tidak bisa dibaca.
  • Pandai sekali kau baru datang ketika rapat mau selesai.
  • Bagus benar rapor si Andi, banyak angka merahnya.

Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar.
  • Mampuspun aku tak peduli, diberi nasihat aku tak peduli, diberi nasihat masuk ketelinga

Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
  • Kamu kan sudah pintar ? Mengapa harus bertanya kepadaku ?
  • Harum bener baumu pagi ini ? Belum mandi ya !

Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
  • Ya, Ampun! Soal mudah kayak gini, kau tak bisa mengerjakannya!

Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
  • Ia menjadi kaya raya karena mengadakan komersialisasi jabatannya

Majas penegasan
Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
  • Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa saudara telah menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara

Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
  • Saya naik tangga ke atas.
  • Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri.
  • Saya melihat kejadian itu dengan mata kepala saya sendiri
  • Api yang panas telah meluluhlantakkan pabrik tekstil itu.

Repetisi: Perulangan kata, frasa, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
  • Seumpama eidelwis akulah cinta abadi yang tidak akan pernah layu. Seumpama merpati akulah kesetiaan yang tidak pernah ingkar janji. Seumpama embun akulah kesejukan yang membasuh hati yang lara. Seumpama samudra akulah kesabaran yang menampung keluh kesah segala muara.

Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
  • bolak-balik, lika-liku, kocar-kacir

Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
  • Keras-keras kena air lembut juga.
  • Bukan uang, bukan mobil, bukan rumah mewah yang aku harapkan dari ayah dan ibu. Aku hanya ingin ayah dan ibu ada di sini. Aku hanya ingin perhatian. Hanya itu, tidak lebih.
  • Mengalir, menimbu, mendesak, mengepung, memenuhi sukma, menawan tubuh (“Perasaan Seni”, J.E. Tatengkeng).
  • Budi baik bagai bekal bagi kehidupan kita.

Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frasa, atau klausa yang sejajar.
  • Jika kamu minta, aku akan datang
  • Baik golongan yang tinggi maupun golongan yang rendah harus diadili kalau bersalah.
  • Segala kupinta tiada kuberi.. Segala tanya tiada kau sahuti. (“Nyanyi Sunyi”. Amir Hamzah)
  • Mereka boleh memburu. Mereka boleh membakar. Mereka boleh menembak (“Afrika Selatan”, Subagio Sastrowardo)

Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
  • Kejadian itu tidak saya inginkan dan tidak saya harapkan.
  • Saya khawatir dan was – was dengannya.
  • Ia jadi marah dan murka kepada orang yang menyerempet motor kesayangannya.

Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
  • Kutulis surat ini kala hujan gerimis. (SuratCinta, Rendra)

Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
  • Ibu membawa buah tangan, yaitu buah apel merah.
  • Ada dua buah rumah kaca di halaman rumah Pak Saiman
  • Pada tanggal 5 April 2010, gigi susu Aliya mulai tanggal. Saat itu, Aliya berusia empat tahun.

Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
  • Ketua pengadilan negeri itu adalah orang yang kaya, pendiam, dan tidak terkenal namanya.
  • Semua anak – anak, remaja, dewasa, orang tua dan kakek.

Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
  • Kesengsaraan membuahkan kesabaran, kesabaran pengalaman, dan pengalaman harapan.
  • Para bupati, para camat, dan para kepala desa.
  • Persiapan pemilihan umum telah dilaksanakan secara serentak di ibu kota negara, ibu kota provinsi, kabupaten, kecamatan, dan semua desa di seluruh Indonesia, hingga di tingkat RW maupun RT.

Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
  • Telah bertemu, aku dan dia.
  • Terpaksa mengemis bocah itu di pinggiran jalan
  • Kubelai rambutnya yang panjang

Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
  • Siapakah yang tidak ingin hidup ?
  • Adakah orang yang ingin sakit selama hidupnya?
  • Siapa yang ingin hidup bahagia?
  • Dapatkah harimau terbang?
  • Mungkinkah orang yang sudah mati hidup kembali?

Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
  • Kami ke rumah nenek ( penghilangan predikat pergi )
  • Andai saja kamu mau mengikuti saranku, tentu….
  • Sudahlah semuanya sudah terjadi, tidak perlu dibicarakan lagi.
  • Aku sudah memberimu modal uang, barang, bahkan waktuku bersama keluarga, tetapi hasilnya….

Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
  • Silakan pulang saudara-saudara, eh maaf, silakan makan.
  • Kalau tidak salah, saya pernah menyampaikan hal ini dua hari yang lalu. Ah bukan, kemarin.
  • “Tujuan kami menghadap Pak Lurah, ingin mengadakan acara parade bedug, maksudnya meminta izin untuk mengadakan parade bedug.

Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
  • Dan Kinkin percaya Bapak tidak berbohong. Ibu juga tidak. Ia pun mendadak merasa mendapat limpahan dari langit, anugerah. Sebab dia buta, maka dia tidak perlu menangis seperti Bapak sebab dia buta, maka dia bisa memilih apa yang ingin dilihatnya, dengan mata imaji, untuk selalu hanya membiaskan hal-hal yang menyenangkan…..(“Pelangi Kinkin”, Asma Nadia)

Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
  • Dan kesesakan kesedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik penghabisan orang melepaskan nyawa.
  • Angin bertiup kencang menebarkan hawa dingin yang cukup menggerogoti tulang sumsumnya. Ia menekuk lutut, (lalu) menautkan pada perut seraya terus duduk meringkuk di dalam becaknya, (dan) mencoba menciptakan kehangatan di tengah badai yang semakin menderas. (“Seorang Lelaki dan Selingkuh”, Afifah Afra)

Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
  • Tiba-tiba ia-suami itu disebut oleh perempuan lain.
  • Orang bilang, istri juragan haji, tetua di kampungnya yang sudah naik haji berulang-ulang, sombongnya minta ampun… (“Pelangi Kinkin”, Asma Nadia)
  • Ia ingat Mang Karta yang sebatang kara, yang malam ini sibuk menjadi amil di masjid tempat mereka berdua tinggal, mati-matian berusaha membunuh sepi. (“Bunga Fitri”, El-Syifa)

Eksklamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
  • Wah, biar ku peluk, dengan tangan menggigil.

Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
  • Laut tenang. Di atas permadani biru itu tanpak satu-satunya perahu nelayan meluncur perlahan-lahan. Angin berhempus sepoi-sepoi. Bulan bersinar dengan terangnya. Disana-sini bintang-bintang gemerlapan. Semuanya berpadu membentuk suatu lukisan yang haromonis. Itulah keindahan sejati.

Preterio: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
  • Rasanya berat bibir ini untuk mengatakan bahwa kucing kesayangannya telah mati tadi siang karena tertabrak mobil.
  • Reputasi Anda di hadapan para karyawan sangat baik. Namun dengan adanya pemecatan karyawan tanpa alasan saya ingin mengatakan bahwa Anda baru saja menghancurkan reputasi baik itu.
  • Lupakan semua ucapannya, anggap saja angin lalu.
  • Tak perlu saya sebut orangnya, semua orang di ruangan ini pasti sudah tahu.

Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
  • Dok, pasien sudah selesai ditrepanasi. (Dok adalah varian dari dokter)
  • “Bagaimana jika perdarahan di otaknya tidak kunjung berhenti prof.?” tanya mahasiswa yang antusias pada kuliah cedera kepala Prof. Maliawan.

Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
  • Mobil itu berderit ketika sopir menginjak rem tiba-tiba, di tikungan, meninggalkan bekas ban yang tajam di jalanan yang berdebu.

Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
  • Ia menundukkan kepala dan badannya untuk memberi hormat kepada kami.
  • Fungsi dan sikap bahasa.(Seharusnya: Fungsi bahasa dan sikap bahasa)
  • Fungsi bahasa maknanya ‘fungsi dari bahasa’, sikap bahasa maknanya ‘sikap terhadap bahasa’ (Diksi dan Gaya Bahasa, Gorys Keraf)
  • Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya.(Sehausnya: Ia sudah kehilangan topi dan kehilangan semangatnya).

Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.
  • Anak itu memang rajin dan juga malas belajar di sekolah.
  • Kita harus berbuat baik di dunia dan akhirat.

Majas pertentangan
Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
  • Hatinya sunyi tinggal di kota Jakarta yang ramai.
  • Dia kaya tetapi miskin.
  • Kita memang berani tetapi takut.
  • Hari yang cerah untuk jiwa yang sepi
  • Dia besar tetapi nyalinya kecil.

Oksimoron: Paradoks dalam satu frasa.
  • Keramah-tamahan yang bengis
  • Cinta membuatnya bahagia, tetapi juga membuatnya menangis

Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
  • Hidup matinya manusia di tangan Tuhan.
  • Cantik atau tidak, kaya atau miskin, bukanlah ukuran nilai seorang wanita.
  • Bahasa dapat menunjukkan tinggi rendahnya suatu bangsa.
  • Maju mundurnya desa tergantung dari warganya
  • Semua kebaikan ayahnya dibalas dengan keburukan yang menyakitkan.

Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
  • Semuanya telah diundang, kecuali Sinta

Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya.
  • Dalam tulisan Cesar, Shakespeare menuliskan jam berbunyi tiga kali (saat itu jam belum ada)


Penelusuran yang terkait dengan Macam Macam Gaya Bahasa

  • macam macam gaya bahasa dalam cerpen
  • macam macam majas
  • macam macam majas penegasan beserta pengertian dan contohnya
  • macam macam gaya bahasa dalam iklan
  • gaya bahasa penegasan
  • jenis jenis majas
  • gaya bahasa dalam puisi
  • gaya bahasa sastra

0 Response to "Macam Macam Gaya Bahasa dalam Bahasa Indonesia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel