SafelinkU | Shorten your link and earn money

Belajar Sosiologi : Sistem Stratifikasi yang Ada di Indonesia

STRATIFIKASI SOSIAL

kampungilmu.web.id - Pada dasarnya Tuhan menciptakan manusia dengan derajat yang sama. Namun, kenytaan yang terjadi di masyarakat menunjukkan adanya penghargaan yang berbeda terhadap kelompok individu berdasarkan kelebihan yang dimilikinya. Kelebihan itu dapat berupa kekayaan. Kekuasaan, keturunan (kehormatan), dan pendidikan. Adanya penilaian yang berbeda dari suatu kelompok terhadap kelompok lain berrdasarkan sesuatu yang dianggap lebih, mengakibatkan suatu pola pengelompokkan masyarakat yang disebut sebagai stratifikasi sosial atau palapisan sosial. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa stratifikasi sosial adalah pembedaan atau pengelompokkan masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial secara bertingkat.

FAKTOR PENYEBAB STRATIFIKASI SOSIAL


Stratifikasi sosial dapat muncul dengan sendirinya sebagai akibat dari proses yang terjadi dalam masyarakat. Faktor-faktor penyebabnya adalah kemampuan atau kepandaian, umur, fisik, jenis kelamin, sifat keaslian keanggotaan masyarakat, dan harta benda. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki fisik yang kuat dapat melindungi orang yang lemah, dan orang yang pandai dan bijaksana akan dijadikan pemimpin dalam masyarakat. Dengan demikian, akan terbentuk lapisan masyarakat berdasarkan kemampuan tertentu.


SISTEM STRATIFIKASI YANG PERNAH ADA DI INDONESIA

Sistem Stratifikasi Sosial dalam Masyarkat Pertanian

Berdasarkan kepemilikan tanah, masyarakat pertanian dapat dibagi atas tiga lapisan;
1. Lapisan tertinggi, yaitu kaum petani yang memeiliki tanah pertanian dan rumah.
2. Lapisan Menengah, yaitu kaum petani yang tidak memiliki tanah pertanian, namun memiliki tanah pekarangan dan rumah.
3. Lapisan terendah, yaitu kaum petrani yang tidak memiliki tanah pertanian dan pekarangan untuk rumah.

Pelapisan sosial masyarakat pertanian berdasarkan criteria ekonomi;
1. Lapisan pertama yang terdiri dari kaum elit desa yang memilki cadangan pangan dan pengembangan usaha.
2. Lapisan kedua yang terdiri dari orang yang hanya memiliki cadangan pangan saja.
3. Lapisan ketiga yang terdiri dari orang yang tidak memilki cadangan pangan dan cadangan usaha, dan mereka bekerja untuk memnuhi kebutuhan konsumsi perutmya agar tetap hidup.

Masyarkat pertanian pada umumnya masih menghargai peran pembuka tanah (cikal bakal), yaitu orang yang pertama kaliu membuka hutan untuk dijadikan tempat tinggal dan lahan pertanian. Cikal bakal dan keturunannya merupakan golongan elite di desanya. Biasanya mereka menjadi sesepuh atau golongan yang dituakan. Golongan kedua sesudah cikal bakal diduduki oleh pemilik tanah atau orang kaya, tetapi bukan keturunan cikal bakal. Mereka dapat memilki banyak tanah dan kayak arena keuletan dan kemampuan lainnya. Kelompok kedua ini disebut dengan kuli kenceng. Golongan ketiga adalah petani yang hanya memiliki tanah sedikit dan hanya cukup untuk dikonsumsi sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan lainnya ia harus bekerja di sector lain, seperti berdagang kecil-kecilan. Kelompok ini disebut dengan kuli kendo. Sedangkan golongan sector keempat adalah orang yang tidak memiliki tanah, namun bekerja di sector pertanian. Kelompok ini sering disebut buruh tani.

Kelompok cikal bakal merupakan kelompok masyarakat yang jumlah anggotanya sangat sedikit. Sedangkan kelompok buruh tanui merupakan kelompok terbesar dalam startifikasi masyarakat pertanian di Jawa.

Pelapisan sosial masyarakat pertanian di luar Jawa, seperti di pedalam Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, dan Papua juga memiliki criteria berbeda dengan petani di Pulau Jawa. Hal inui disebabkan oleh kondisi lahan pertanian di luar Jawa yang masih luas. Akibatnya, maslah pemilikan tanah pun tidak terlalu dominant. Penentuan criteria status seseorang yang dihargai sangat tergantung padsa kemampuan orang dalam mengelola lahan pertaniannya, seperti jenis tanaman yang memilki nilai ekonomi yang tinggi, cara atau teknik penanaman, serta sarana transportasi hasil pertanian.

Kondisi masyarakat pertanian di luar Jawa sangat beragam, sehingga untuk menentukan sistem stratifikasi sosial masyarakatnya sangatlah beragam pula,. Namun, secara umum orang yang memiliki tanah yang luas dengan pengelolaan pertanian yang maju serta lapisan paling tinggi. Kemudian diikuti kelompok masyarakat lain, seperti petani dan buruh.

Sistem Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat Feodal

Pola dasar masyarakat feodal;
1. Raja dan kaum bangsawan merupakan pusat kekuasaan yang harus ditaati dan dihormati oleh rakyatnya, keran raja mempunyai hak istimewa.
2. Terdapat lapisan utama, yakni raja dan kaum bangsawan (kaum feodal) dan lapisan di bawahnya, yakni rakyatnya.
3. Adanya pola dan ketergantungan dan patriomonialistik. Artinya, kaum feodal merupakan tokoh panutan yang harus disegani, sedangkan rakyat harus hidup menghamba dan selalu dalam posisi dirugikan.
4. Terdapat pola hubungan antarkelompok yang diskriminatif, yaitu kaum feodal memperlakukan bawahannya secara tidak adil dan cenderung sewenang-wenang.
5. Golongan bawah cenderung memilki sistem stratifikasi tertutup.


Lapisan Sosial pada Masyarakat Feodal Surakarta dan Yogyakarta

Secara umum, masyarakat Surakarta dan Yogyakarta masih nenganut sistem feodal, walaupun tidakl sekental pada masa penjajahan Belanda. Pengaruh feodalisme tampak menonjol karena di Surakarta ada Kasunan Surakarta Hadiningrat yang saat ini dikepali oleh Sri Susuhunan Paku Buwono XII serta Pura Mangkunegoro IX . D Yogyakarta terdapat Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat yang saat ini dikepalai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X, serta PuraPakualaman yang saat ini dikepalai oleh Sri Paduka Paku Alam IX.

Strata sosial pada masyarakat feodal Surakarta dan Yogyakarta;
1. Kaum bangsawan yang terdiri dari raja dan keluarga, serte kerabatnya.
2. Golongan priyayi, yaitu pegawai kerajaan yang terdiri dari orang-orang yang berpendidikan atau memiliki kemampuan khusus untuk kerajaan. Strata kedua ini bukan berasal dari keturunan raja.
3. Golongan wong cilik, yaitu rakyat jelata yang hidup mengabdi untuk raja, mislanya petani, nelayan, dan pedagang.

Lapisan Sosial Masyarakat Feodal di Aceh

Aceh sebagai daerah bekas kerajaan, masih memiliki sisa-sisa feodalisme yang kuat sampai saat ini. Hal ini terbukti dari strata sosial yang ada. Ada pun strata sosial masyarakat Aceh;
1. Keturunan raja atau bangsawan sebagai golongan atas. Penghargaan terhadap keturunan ini berupa gelar-gelar tertentu, seperti Cut untuk perempuan, Teuku dan Teungku untuk laki-laki.
2. Golongan kedua meliputi olee baling (pegawai/pengawal raja), dan golongan bawah atau rakyat jelata.

Lapisan Sosial Masyarakat Feodal di Sulawesi Selatan


Masyarakat Sulawesi Selatan memiliki latar belakang feodalisme. Banyak kerajaan besar pernah berkuasa di sana, seperti kerajaan Gowa, Bone, dan Mandar. Melihat latar belakang tersebut, tidaklah heran apabila masyarakat Sulawesi Selatan terdapat strata sosial;
1. Golongan bangsawan atau keturunan raja-raja yang disebut anakurung pada lapisan atas. Golongan ini memiliki gelar tertentu, seperti andi atau karaeng.
2. Lapisan kedua diduduki oleh orang merdeka atau bukan budak yang disebut to-maradeka.
3. Golongan ketiga disebut ata, yang terdiri dari para budak yang meliputi orang-orang yang tidak mampu membayar utang atau orang-orang yang kalah perang.

Berbagai daerah di Indonesia memiliki latar belakang sejarah feodalisme yang panjang. Maka, tidak heran jika sampai saat ini sebagian masyarakat kita, masih menerapkan sistem stratifikasi sosial yang tertutup dengan menempatkan status sosial seseorang berdasarkan keturunannya.

0 Response to "Belajar Sosiologi : Sistem Stratifikasi yang Ada di Indonesia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel